New On Air Schedule Coming Soon
Select time for
Penulis: Kirana Ratu Sekar Kedaton, Hadjar Chanissa Nur Malika, Imanuel Deny Krisna Aji, Monika Teguh
Belakangan ini, mulai banyak orang yang mulai menerima identitas seksualnya. Salah satunya adalah homoseksual. Tentunya penerimaan seutuhnya menjadi gay telah melawati beberapa proses. Proses yang terbentuk bukan hanya dari dalam diri, namun bisa juga didukung adanya proses yang berasal dari luar, seperti media sosial atau lingkungan sekitarnya.
Menurut PPDG (Penggolongan Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa), homoseksual diartikan sebagai keadaan ketika seseorang mengalami ketertarikan emosional, romantik, seksual atau rasa sayang terhadap sesama jenis dengan atau tanpa melakukan hubungan seksual. Terjadinya tindakan hubungan percintaan homoseksual memiliki beberapa proses yang berkelanjutan yang memiliki rentang waktu yang berbeda, tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini terjadi karena mereka hanya melihatkan sisi identitas dan bukannya memperlihatkan orientasinya pada tindakan seksual kepada masyarakat. Maka dari itu, untuk mencapai tindakan homoseksual, mereka memerlukan beberapa proses untuk bisa menerima dan menunjukkannya.
Seiring berjalannya waktu, homoseksual tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan seksual karena termasuk di dalam varian homoseksual dari heteroseksual. Homoseksual seringkali mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat, sebab dianggap menyimpang dari norma yang ada. Mudahnya, homoseksual bukanlah penyimpangan seksual, namun penyimpangan norma sosial. Dari penelitian yang ditemukan, banyaknya penyimpangan norma di masyarakat diantaranya yaitu lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Sedangkan, orientasi seksual ada lima macam, yaitu heteroseksual, biseksual, homoseksual, panseksual, dan aseksual.
Homoseksual dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan (reference group), faktor ekonomi, internalisasi nilai, dan pengalaman pribadi. Dalam lingkungan sosial, biasanya akan dipengaruhi oleh kelompok dominan. Misalnya, dalam kelas modelling yang mana akan membuat anak laki-laki harus mengikuti pola budaya yang ada. Faktor ekonomi juga menjadi bagian yang tidak kalah penting dalam pembentukan homoseksual. Selain itu ada internalisasi nilai dan pengalaman pribadi yang menyebabkan seseorang menjadi memiliki ketertarikan dengan sesamanya, misal seorang laki-laki lebih memilih untuk berpacaran dengan laki-laki karena kecurigaan ketika menginap atau melakukan kegiatan pacaran yang ditimbulkan tidak terlalu besar, selain itu berhubungan dengan laki-laki juga tidak menyebabkan kehamilan sebagaimana jika berhubungan dengan perempuan.
Untuk mencapai tahapan menjadi seorang homoseksual, menurut Vivienne Cass, terdapat 6 tahapan yang dilalui seseorang dalam tahapan penerimaan astas penyimpangan yang ada pada dirinya, yakni: Identity Confusion (Kebingungan Identitas), Identity Comparison (Perbandingan Identitas), Identity Tolerance (Toleransi Identitas), Identity Acceptance (Penerimaan Identitas), Identity Pride (Kebanggaan Identitas), dan Identity Syntesis (Penerimaan Seutuhnya Identitas). Kelancaran di setiap tahapan ini bergantung oleh lingkungan dan perilaku timbal balik yang diberikan. Ketika orang sekitar tidak melakukan penolakan, maka proses penerimaan di setiap tahapan akan semakin mudah dan menguat.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai homoseksual ini, telah diketahui bahwa Sulawesi sendiri dikenal dengan budaya toleransi yang tinggi, sehingga sudah menjadi hal umum jika homoseksual sudah banyak diterima masyarakat. Menurut penelitian Prof. Devis, Suku Bugis memiliki 5 gender yang terdiri dari: Bura’ne (laki-laki), Makunrai (perempuan), Calabai (laki-laki yang berpenampilan dan berperilaku seperti perempuan), Calalai (perempuan yang berpernampilan dan bekerja seperti laki-laki), dan Bissu. Bissu adalah spektrum yang dihasilkan dari kelima gender dan tidak bisa dikatakan sebagai keempat gender yang lain. Bissu dianggap sebagai orang suci yang menjadi perantara antara manusia dan Tuhan, maka dari itu laki-laki maupun perempuan yang menjadi Bissu harus meninggalkan hasrat seksual dan kegiatan seksual seperti berhubungan intim, mengeluarkan sperma, menstruasi, menyusui, dan melahirkan.
Atas pentingnya peranan lingkungan, maka hal yang harus dilakukan para orangtua adalah dengan memperlakukan anak sesuai dengan kelamin biologisnya. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kebingungan gender yang dapat membuat si anak berorientasi seksual menyimpang dari norma masyarakat.
Sumber Buku:
Sharyn Graham (1998): Challenging Gender Norms: Five Genders Among Bugis in Indonesia
Santi Hendrawati dan Catharina Indirastuti: Keberagaman Gender di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Log in Sign up