Meningkatkan Martabat Penyandang Disabilitas Lewat Seni Lukis Ekspresif
Ketimpangan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Data dari Kementerian Sosial RI (2024) mencatat hanya 0,03% penyandang disabilitas di Indonesia yang memiliki pekerjaan pada tahun 2023. Angka ini mencerminkan realitas pahit mengenai rendahnya akses kelompok disabilitas terhadap dunia kerja dan masih kuatnya stigma sosial yang melekat.
Panti Asuhan Bhakti Luhur yang terletak di Waru, Sidoarjo, menjadi saksi nyata dari situasi ini. Dihuni oleh penyandang disabilitas fisik dan mental seperti down syndrome, retardasi mental, autisme, dan tunagrahita, panti ini menjadi tempat bernaung hingga akhir hayat bagi para penghuninya. Sayangnya, sebagian besar dari mereka hidup dalam ketergantungan penuh terhadap pengurus panti karena keterbatasan dalam aspek motorik, komunikasi, dan ekonomi.
Namun, sebuah program kreatif bertajuk "Expressive Painting", yang digagas oleh dosen dan mahasiswa Universitas Ciputra hadir membawa angin segar. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang bertujuan untuk memberdayakan penyandang disabilitas melalui seni lukis. Lebih dari sekadar aktivitas seni, program ini diarahkan untuk membangun olah rasa, kemampuan motorik, keterampilan komunikasi, dan yang tak kalah penting, kemandirian ekonomi melalui penjualan karya seni mereka.
Seni Sebagai Terapi dan Jembatan Ekonomi
Program Expressive Painting ini sejalan dengan sejumlah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti:
- SDGs 3 (Kesehatan Mental & Kesejahteraan): melalui terapi olah rasa lewat melukis.
- SDGs 4 (Pendidikan Inklusif): menciptakan ruang belajar yang ramah disabilitas.
- SDGs 8 (Pekerjaan Layak & Pertumbuhan Ekonomi): membekali keterampilan untuk memperoleh penghasilan.
- SDGs 10 (Mengurangi Ketimpangan): mendorong inklusi sosial dan ekonomi.
“Banyak dari penghuni panti yang kesulitan mengekspresikan perasaan secara verbal. Melukis menjadi alternatif yang luar biasa untuk menyalurkan emosi dan potensi kreatif mereka,” ungkap salah satu pengurus panti.
Selain aspek emosional dan kognitif, hasil lukisan para penyandang disabilitas nantinya akan dijual melalui koperasi panti. Selama ini, koperasi telah memasarkan beragam produk seperti rajutan, tas Kalimantan, makanan ringan, hingga lukisan, namun belum melibatkan penyandang disabilitas secara langsung dalam proses produksi. Expressive Painting hadir untuk menjembatani hal tersebut.

Infrastruktur Memadai, Potensi Besar
Panti Asuhan Bhakti Luhur memiliki fasilitas lengkap, mulai dari ruang belajar, aula, ruang makan, hingga ruang fisioterapi. Aktivitas harian seperti membaca, menulis, berhitung, dan mewarnai memang sudah berlangsung, namun belum sepenuhnya diarahkan pada kemandirian ekonomi.
Kegiatan Expressive Painting menjadi langkah nyata untuk mendorong arah tersebut. Melalui pendekatan yang menyenangkan dan terapeutik, para penyandang disabilitas tak hanya belajar teknik dasar melukis, tetapi juga diberi kesempatan untuk menghasilkan karya bernilai jual. Diharapkan, program ini akan menjadi titik tolak agar penyandang disabilitas tidak sekadar menjadi objek pengasuhan, tetapi juga subjek yang aktif dan produktif dalam lingkungan sosialnya.

Mendobrak Stereotip, Membangun Harapan
Masih kuatnya stereotip terhadap penyandang disabilitas sebagai individu yang harus dikasihani, menjadi penghalang utama dalam menciptakan masyarakat yang inklusif. Program Expressive Painting secara perlahan mematahkan stigma tersebut dengan menunjukkan bahwa dengan metode yang tepat, penyandang disabilitas mampu berkarya dan berkontribusi secara nyata.
Langkah ini diharapkan tidak hanya berdampak pada penghuni Panti Asuhan Bhakti Luhur, tetapi juga menjadi inspirasi bagi lembaga sosial lainnya di seluruh Indonesia untuk menghadirkan program serupa.

Log in Sign up